Rabu, 12 April 2023

Bacterial White spot (BWS)

 1. Definisi/Faktor Pendukung

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Vibrio spp dari berbagai spesies seperti Vibrio harveyi,V. alginolyticus, V.parahaemolyticus, V. anguillarum, V. mimicus, V. fluvialis, V. splendidus, V. penaeicida, V. campbellii, V. carchariae, V. cholerae, V. damsela, V. ordalii, and V. vulnificus [4,5]. Merupakan bakteri gram negative motil berbentuk batang [14]. Bakteri ini bersifat oportunistik, dapat bertindak sebagai agek penyakit tunggal maupun infeksi sekunder [12]. 

Vibrio merupakan bakteri oportunistikyang dapat menimbulkan kematian. Bakteri ini kerap muncul bersamaan dengan penyakit infeksius, penyakit nutrisi, stress lingkungan, luka, dll [1]. Kondisi lingkungan yang memicu kejadian vibriosis antara lain kadar amonia yang tinggi, kadar oksigen rendah, salinitas tinggi, tingginya kepadatan dan suhu air, handling yang kurang sesuai [4,5]. Seluruh kondisi tersebut merupakan kondisi dimana udang mengalami stress sehingga rentan terhadap serangan pathogen [5].

2. Gejala Klinis

Gejala vibriosis tidaklah spesifik [16]. Udang yang terinfesi oleh vibrio akan mengalami perubahan seperti kemerahan pada kaki-kaki akibat perluasan kromatofor (hal ini tidak akan terlihat pada infeksi vibrio yang terlokalisir), kelainan bentuk otot abdomen (segmen 3-4), tutup insang terbuka dan erosi, usus kosong, pakan yang buruk, dan gejala terberat adalah lepuh kehitaman (melanisasi) pada karapas, insang, abdomen dan organ lainnya [2,3,4,7]. Selain kehitaman, insang juga dapat berwarna merah atau kuning [9]. Udang akan kehilangan nafsu makan dan karapas melunak [5]. Pada permukaan tubuh juga dapat dijumpai organisme fouling [10]. Pada kondisi berat, udang dapat berpendar (luminescence) [4]. Udang akan terlihat lemah dengan abnormalitas cara berenang seperti berada di tepi atau permukaan tambak dan berenang lemah sehingga dengan mudah dimakan oleh burung [3,4,5,14]. Pada vibriosis akut, udang yang mati berjumlah cukup banyak dan tidak akan dikanibal. Sedangkan pada kasus kronis atau yang lebih berat, udang akan dimakan oleh udang yang sehat [11]. Hemolim pada udang dengan vibriosis akan lambat mengental [4].

  Catatandokterikan.com

3. Pencegahan dan Pengendalian

Kualitas air menjadi kunci utama pada pencegahan vibriosis. Bahan organik yang rendah dan kualitas air yang baik harus selalu dijaga dengan meningkatkan penggantian air [2]. Air sumber harus didisinfeksi misalnya dengan formalin 100-200ppm. Penggunaan tandon dapat membantu mencegah munculnya penyakit ini [10]. Pemantauan total vibrio menjadi sangat penting dimana nilainya tidak boleh melebihi 103CFU/ml [8]. Penggunaan antibiotik sebenarnya tidak dianjurkan dengan alasan keamanan pangan. Jika akan digunakan, oksitetrasiklin selama 10-14 hari dapat menjadi pilihan dengan waktu luruh 25-30 hari [3]. Tambak dapat diberikan sukrosa (20kg/ha) untuk mengurangi biomassa tambak. Penggunaan tanaman herbal seperti daun Neem (umum di India) serta disinfeksi dasar petak dengan pengeringan dan pembuahan sisa bahan organik dan pengapuran cukup efektif mengatasi vibriosis [4]. Apabila kasus sangat berat, maka pemanenan disarankan untuk mengurangi kerugian [4].  Vaksinasi dinilai cukup efektif untuk mencegah vibriosis di pembesaran. Pengelolaan tambak seperti padat tebar 10-20 ekor/m2 telah terbukti efektif mengurangi kerugian akibat vibriosis [11]. Disamping itu, petakan harus dikeringkan dan diberi kapur setelah pemanenan [13]. Pada sebuah studi pengendalian vibrio menemukan bahwa penggunaan ikan nila untuk membuat green water system pada budidaya udang dapat menghambat pertumbuhan bakteri vibrio [15].


 Referensi

1. Felix, S. 2013. Advances in Shrimp Aquaculture Management. Daya Publishing House: India

2. Alavandi, S.V., Vijayan, K.K., Rajendran, K.V. 1995. Shrimp Disease, Their Prevention and Control. Central Institute of Brackishwater Aquaculture: Madras

3. CIBA Training Programme on “Diagnosis and Management of Shrimp Diseases….21st-26th November 2005

4. Otta, S.K. dan Patil, P.K. 2012. Training Programme On Management Of Emerging Diseases Of Shrimp With Special Reference To Pacific White Shrimp, Litopenaeus Vanname. Aquatic Animal Health And Environment Division Central Institute Of Brackishwater Aquaculture: Chennai

5. Otta, S.K., S.V. Alavandi, K.K. Vijayan. Field Guide for Diagnosis, Prevention, and Control of Disease of Shrimp and Finfish in Brackish water Aquaculture. Central Institute of Brackishwater Aquaculture, 38pp

6. Raj, S.P (ed). Shrimp Farming Techniques, Problems And Solutions. Palani Paramount Publication: Palani

7. Department of Primary Industries and Fisheries. 2006. Australian Prawn Farming Manual Health Management for Profit. Queensland Complete Printing Services: Australia

8. Arifin, Z., C. Kokarkin, T.P Priyoutomo. Penerapan Best Management Practices  (Bmp)  Pada Budidaya Udang Windu  Penaeus Monodon Fabricius) Intensif. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau: Jepara

9. Bryand, D.L., A.L. Kadilak., S.R. Pani. 2006. Good management Practices for Shrimp farming in Costa Rica. nstituto Costarricense de Pesca y Acuicultura: Costa Rica

10. Manual ASEAN good shrimp farm management practice. ASEAN Cooperation in Food, Agriculture and Forestry. Fisheries Publication Series No 1

11. Brock, J.A. dan Main, K.L. 1994. A Guide to The Common Problems and Diseases of Cultured Penaeus vannamei. The Oceanic Institute: Honolulu

12. Browdy, C., J. Hargreaves, T. Hoang, Y. Avnimelech (Ed). 2013. Proceeding Biofloc Technology and Shrimp Disease Workshop. The aquaculture engineering society:USA

13. Review of pathogens of prawns

14. Lightner, D.V (Ed). 1996. A Handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Procedures For Diseases of Cultured Penaeid Shrimp. The World Aquaculture Society

15. Cadiz, R.E., R.F.M. Traifalgar, R.C. Sanares, K.G.S. Andrino-Felarca, V.L. Corre Jr. 2016. Comparative efficacies of tilapia green water and biofloc technology (BFT) in suppressing population growth of green Vibrios and Vibrio parahaemolyticus in the intensive tank culture of Penaeus vannamei. AACL Bioflux 9(2)

16. Graindorge, V.A & Flegel, T.W. 1999. Diagnosis of shrimp disease with emphasis on the black tiger shrimp (Penaeus monodon). FAO: Roma

0 komentar:

Posting Komentar