Pengujian Mikrobiologi

Untuk mengetahui secara pasti dan akurat bakteri yang terkandung dalam air dan hewan pada budidaya perairan. Klick Untuk Cek Harga dan Lama Pengujian

Pengujian Biologi Molekuler

Untuk mengetahui secara pasti dan akurat virus yang terkandung dalam ikan ataupun udang. Klick Untuk Cek Harga dan Lama Pengujian

Pengujian Kualitas Air

Untuk mengetahui secara pasti dan akurat kualitas air pada budidaya perairan. Klick Untuk Cek Harga dan Lama Pengujian

Cara Mengambil Sampel Air

Pengambilan sampel air yang baik dan benar agar memperoleh hasil pengujian yang tepat dan valid.

Penyimpanan Sampel Air

Penyimpanan sampel air yang baik dan benar agar sampel tidak rusak.

Kamis, 13 April 2023

Referensi Biologi Molekuler

  1. Nur Indriyani. 2017. Penyakit IkanYogyakarta. CV. BUDI UTAMA
  2. app.jala.tech
  3. Catatandokterikan.com
  4. Lio-Po. G.D. dan Inui, Y. 2014. Health Management in Aquaculture Second Edition. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture Department.
  5. Reantaso, M.G.B., Sharon E. McGladdery, Iain East, Rohana P. Subasinghe. 2001. Asia Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases. FAO FISHERIES TECHNICAL PAPER 402/2
  6. Amri, K. dan Iskandar Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname: Secara Intensif, Semi Intensif, dan Tradisional. Gramedia Pustaka Utama: Jakart
  7. Thong, P.Y. 2011. Prevention and control of IMNV in vannamei shrimp in Indonesia. AQUA Culture Asia Pacific Magazine September/October 2013
  8. Prasad, K.P,Shyam, K.U., Banu,H.,  Jeena,K., Krishnan, R. 2016. Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) – An alarming viral pathogen to Penaeid shrimps. Aquaculture 477 (2017) 99–105
  9. Maskur, Mukti Sri Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati, Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
  10. Briggs, M., Simon Funge-Smith, Rohana Subasinghe, Michael Phillips. 2004. Introductions and movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and the Pacific. FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE UNITED NATIONS REGIONAL OFFICE FOR ASIA AND THE PACIFIC
  11. Raidal, S., Garry Cross, Stan Fenwick, Philip Nicholls, Barbara Nowak, Kevin Ellard, Frances Stephens. 1004. Aquatic Animal Health: Exotic Diseases Training Manual. Murdoch Print: Australia
  12. Reantaso M G., B.,  Mcgladdery S E, Subangsinghe. 2001. Asian Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases. FAO Fisheries Technical Paper, No. 402, supplement 2. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome, Italy, 240 pp.
  13. European Community Reference Laboratory for Crustacean Diseases leaflet.2008. Yellowhead Disease
  14. Wasito, R., Hastari Wuryastuti, Bambang Sutrisno. 2013. Gambaan Histopatologi Insang Ikan Mas di Daerah Endemik Koi Herpesvirus. Jurnal Veteriner Vol 14 No.3 344-349
  15. Sunarto, A., Akhmad Rukyani, Toshiaki Itami. 2005. Indonesian Experience on the Outbreak of Koi Herpesvirus in Koi and Carp (Cyprinus carpio). Bull. Fish. Res. Agen. Supplement No. 2, 15-21, 2005
  16. OIE. 2012. Aquatic Manual Diagnostic Test
  17. Perdana, R.G. 2008. Studi Epidemiologi Koi Herpes Virus yang Menyerang Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Pulau Jawa. Thesis. Universitas Terbuka Jakarta.
  18. Nagasawa, K. dan Lacierda, E.R.C. 2004. Disease of Cultured Groupers. Southeast Asian Fisheries Development Center: Iloilo
  19. Peña, L.D.dl.,  V. S. Suarnaba, G. C. Capulos, M. N. M. Santos. 2011. Prevalence of Viral Nervous Necrosis (VNN) Virus in Wild-Caught and Trash Fish in The Philippines. Bull. Eur. Ass. Fish Pathol., 31(4) 2011, 129
  20. Andriyani, W.M. dan Nuryati, S. 2013. VNN Distribusi, Diagnosis, dan Pengendalian. INFHEM volume 3 no 3 April 2013
  21. Anonim. 2016. Scientist Identify Deadly Tilapia Virus. 
  22. Eyngor M, Zamostiano R, Kembou Tsofack JE, Berkowitz A, BercovierH, Tinman S, Lev M, Hurvitz A, Galeotti M, Bacharach E, Eldar A. 2014. Identification of a novel RNA virus lethal to tilapia. J Clin Microbiol 52:4137–4146
  23. CGIAR. 2017. Tilapia Lake Virus (TiLV): What to Know and do?. CGIAR Research Program on Fish, Fact Sheet
  24. Lusiastuti, A.M. 2017.  Mewaspadai Kedatangan Penyakit Eksotik Tilapia Lake Virus (TiLV) pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Info Akuakultur edisi no 28/Tahun III/15 Mei 2017
  25. Jaemwimol, P., P. Rawiwan, P. Tattiyapong, P. Saengnual, A. Kamlangdee, W. Surachetpong. 2018. Susceptibility of important warm water fish species to tilapia lake virus (TiLV) infection. Aqua doi:10.1016/j.aquaculture.2018.08.028

Baku Mutu

Sumber : dreamstime.com


Penyimpanan Sampel Air



 




Kriteria Umum Air Berdasarkan Kelas

 



Karakteristik dan Kelas Kelayakan Lahan Tambak

 

Parameter Lingkungan dengan Bobot, Kelas dan Skor

 


Parameter Kualitas Tanah Untuk Kultur Udang Windu dan Udang Vannamei


 

Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Untuk Kultur Udang Windu dan Udang Vannamei

 

Parameter Kualitas Air Sumber Untuk Kultur Udang Windu dan Udang Vanamei

 

Standart Kualitas Air Untuk Akuakultur

 


AHPND

1. Definisi

Plasmid virus ini mengandung dua gen yang memproduksi toksin yang jika hadir bersamaan menyebabkan AHPND yaitu Pir A dan Pir B. Toksin mirip dengan yang dihasilkan oleh Photorhabdus spp. (bakteri Enterobacteriaceae gram negatif). Bakteri Vibrio dapat membelah diri tiap 10-20 menit sehingga dapat merubah dinamika ekosistem kolam budidaya dengan cepat. Vibrio harveyi yang memiliki plasmid yang membawa gen toksin mirip Pir-AB. 

2. Gejala Klinis

Gejala klinis dari penyakit ini adalah udang yang mengalami penyakit AHPND menunjukkan kosongnya saluran pencernaan dan hepatopankreas berwarna pucat dan mengecil, kulit menjadi lunak, dan bintik hitam pada hepatopankreas. Kematian dapat terjadi pada hari ke-10 setelah tebar dan udang yang lemas tenggelam didasar kolam.


3. Penyebab Adanya Virus

Penyakit ini dapat turut dipicu oleh tingginya konsentrasi materi organik yang berasal dari pakan, pupuk dan molase; suhu tinggi; salinitas tinggi; pH tinggi; rendahnya keragaman plankton di kolam; dan suhu rendah sekitar 20°C selama 48 jam dapat memicu terjadinya infeksi.

4. Pengendalian

Treatmen air sebelum masuk kolam budidaya, penggunaan benur SPF, manajemen budidaya yang baik dengan menjaga kualitas air tetap stabil tidak terjadi perubahan secara mendadak, mengurangi ukuran kolam untuk mempermudah pengelolaan, menambah aerasi untuk meningkatkan kapasitas energi.

Irido

1. Definisi

Iridovirus , virus apa pun yang termasuk dalam keluarga Iridoviridae. Iridoviruses memiliki menyelimuti besar atau yang tidak memiliki amplop virion (partikel virus) yang mengukur 120-350 nm (1 nm = 10 -9 meter) dengan diameter. Kapsid ( cangkang protein yang mengelilingi asam nukleat virus ) berbentuk ikosahedral dan mengandung DNA untai ganda linier . 

2. Gejala Klinis

Ikan yang terinfeksi (ikan kerapu) menunjukkan gejala klinis berenang lemah atau diam di dasar air, kadang-kadang seperti tidur, sehingga penyakit ini disebut juga penyakit tidur. Secara histopatologi ditemukan sel-sel yang membesar (giant cell) yang merupakan ciri khas infeksi iridovirus pada jaringan haematopoitik dan saluran pencernaan.

Dampak Iridovirus, Sumber : tankaddict.com


3. Penyebab Adanya Virus

Faktor yang dapat memengaruhi penyebaran penyakit pada ikan; antara lain suhu air, perbedaan musim, dan sumber polusi pada air

4. Pengendalian

Upaya pencegahan dan penanggulangan infeksi iridovirus dapat dilakukan dengan cara vaksinasi. Vaksinasi bertujuan memberikan ketahanan individu terhadap penyakit.

TiLV

1. Definisi

Virus ini merupakan genus dari famili Orthomyxoviridae, yang mereplikasi di inti sel pada jaringan ikan. 

2. Gejala Klinis

Gejala klinis TiLV pada Ikan Nila yaitu Tubuh ikan seluruh atau sebagian besar terlihat berwarna hitam Bola mata membengkak Kornea mata menyusut dan cekung ke dalam Kulit mengalami erosi, dan Jika dilihat pada bagian anatomi, rongga perut terlihat membengkak. Virus ini sangat ganas, ikan yang terserang penyakit ini hanya mampu bertahan 4 – 7 hari setelah terinfeksi.

Dampak TiLV, Sumber : www.researchgate.net


3. Penyebab Adanya Virus

Suhu yang relativ tinggi mengindikasikan keterkaitan dengan agen infeksius , kepadatan yang tinggi dan budidaya polikultur dengan grey mullet serta faktor stress pada ikan.

4. Pengendalian 

Penyakit ini termasuk penyakit baru. Vaksin yang digunakan untuk pencegahan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian dan pengembangan . Pada studi yang dilakukan oleh Eyngor et al (2014), ikan yang bertahan dari mortalitas penyakit ini menjadi kebal terhadap infeksi TiLV.  Ikan –ikan inilah yang dapat dikembangkan sebagai indukan untuk mencegah kematian populasi akibat penyakit ini.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit ini antara lain:

Kontrol biosekuriti sebelum, selama, dan pasca produksi

Membatasi perpindahan ikan dari satu farm ke farm lain

Melakukan cara budidaya ikan yang baik

Melakukan sanitasi pada seluruh peralatan dan tahapan   budidaya

Memisahkan penggunaan alat antar kolam

Penggunaan immunostimulan

Meminimalisir stress pada ikan

Menurunkan kepadatan tebar

Pengelolaan pakan dengan baik

Berhati-hati dalam budidaya polikultur ikan nila dengan ikan lainnya

VNN

1. Definisi

Viral nervous necrosis (VNN) atau viral encephalopathy and retinopathy (VER) disebabkan oleh nodavirus piscine (Betanodaviruses). Partikel virus dapat diidentifikasi pada otak ikan yang terinfeksi, sumsum tulang belakang, dan retina. Sel terinfeksi virus ini akan menunjukkan vakuolisasi dan inklusi. Ukuran partikel virus adalah 22-34 nm, tidak memiliki amplop dan bentuk ikosahedral. 

2. Gejala Klinis

Penyakit VNN ditemukan menyerang ikan kerapu dan kakap pada berbagai tingkatan umur. Penyakit ini ditandai oleh endokarditis dan berbagai kelainan neurologis seperti orientasi renang yang tidak menentu dan vakuolisasi pada jaringan saraf pusat.

Dampak VNN, Sumber : www.researchgate.net

3. Penyebab Adanya Virus

Kepadatan yang tinggi membuat ikan menjadi stres, faktor lingkungan seperti suhu.

4. Pengendalian

Skrining indukan sebelum dan sesudah pemijahan untuk VNN dengan PCR sangatlah penting. Hanya indukan yang negatif VNN yang dipijahkan. Hal ini juga disertai dengan disinfeksi telur yang dibuahi dengan ozon atau iodin. Manajemen hatcheri sangat penting dalam manajemen infeksi VNN.Penggunaan ikan rucah sebagai pakan bagi indukan sebaiknya mulai dialihkan ke pellet. Guna mengurangi kontaminasi melalui pakan, sangat direkomendasikan untuk mebang bagian kepala ikan rucah sebab virus ini banyak terkonsentrasi di sistem syaraf. Vaksinasi menjadi salah satu metode paling menjanjikan untuk mencegah VNN pada ikan kerapu. Banyak jenis vaksin VNN yang telah dikembangkan. Namun demikian vaksinasi pada juvenil dan larva masih sulit dilakukan sebab sistem imun yang belum berkembang dan metode penyuntikan yang belum praktis untuk diterapkan pada ikan dengan ukuran yang relatif kecil, Vaksinasi secara oral dapat dilakukan untuk larva misalnya dengan enkapsulasi artemia yang diberikan secara oral

KHV

1. Definisi

Koi herpesvirus (KHV) berdiameter 170–230 nm, beramplop, genom berupa utas ganda (DNA) dan termasuk famili Herpesviridae. Analisa dengan mikroskop elektron pada sel epitel insang menunjukkan partikel mirip herpesvirus cyprini, sehingga disebut sebagai Cyprinid herpesvirus 3 (CyHV-3). 

2. Gejala Klinis

Gejala kerusakan pada insang dan kulit. Ikan yang  terinfeksi diawali dengan gejala lesu, anoreksia, berenang secara acak, dan peningkatan pergerakan respirasi. Kerusakan yang terjadi berikutnya ditandai dengan lesi epidermal atau kerusakan pada kulit, nekrosis insang meluas dan membengkak, dari analisa histologi terlihat kerusakan besar pada ginjal anterior. Pada banyak kasus akut dan perakut, tingginya kematian sangat dipengaruhi oleh suhu, kerentanan penyakit KHV terutama pada suhu air 15-28 °C.


3. Penyebab adanya Virus

Penyebab adanya penyakit ini karena suhu yang tidak optimal, konsep biosukuriti yang tidak baik,  biofiltrasi dan media biofilter tidak dibersihkan dan higenitas pembudidaya yang kurang terlaksana.

4. Pengendalian

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan terhadap infeksi KHV adalah dengan pemeriksaan KHV secara dini. Para peneliti juga mencoba mengembangkan spesies ikan mas baru yang resisten terhadap KHV. Kontrol dari penyakit ini salah satunya adalah dengan meningkatkan suhu hingga 30oC, namun hal ini dapat meningkatkan infeksi bacterial dan parasite. Vaksinasi mampu memberikan kesembuhan 80-95% . Vaksin hidup biasa digunakan untuk melindungi ikan pada uji tantang. Vaksin mampu menginduksi antibody dan perlindungannya mencapai 8 bulan. Di Jepang, pemberian vaksin berbasis liposome dengan KHV yang tidak aktif dapat melindungi ikan mas dalam melawan KHV.  Virus ini tidak mampu bertahan dalam iodophor 200mg/L selama 1 menit dan benzalkonium Cl 60mg/L, 30% etil alcohol selama 20 menit. Manajemen biosekuriti dapat diterapkan seperti karantina, disinfeksi alat, telur, mengurangi faktor stres, serta membasmi ikan yang mati.

Virus KHV merupakan virus yang mampu hidup secara laten pada inang dan aktif  kembali jika terdapat faktor pemicu. Sehingga populasi yang pernah terpapar belum tentu aman dari KHV sebab diyakini virus tersebut masih ada dalam tubuh ikan. Ikan-ikan yang mati dari kasus ini sebaiknya dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur bersama disinfektan. Sedangkan populasi ikan yang tersisa sebaiknya dilakukan pemanenan untuk kepentingan ekonomis. Kolam yang terpapar dikeringkan selama satu minggu sebelum penanaman kembali. Sangat disarankan penanaman dengan jenis lain untuk memutus rantai virus KHV.

YHV

1. Definisi

Termasuk ssRNA, berbentuk batang berukuran (44 ± 6 x 173 ±13 nm), virus ini memiliki sitoplasma terbungkus. Virus ini termasuk dalam virus patogen kategori C-1, yaitu kategori yang dapat menyebabkan kematian masal dan dapat menyebar dalam suatu wilayah serta sulit untuk disembuhkan. hepatopankreas berubah warna menjadi kekuningan. 

2. Gejala Klinis

Seperti nama penyakitnya, cephalothorax berwarna kekuningan dan membengkak. ekor udang tampak kemerah-merahan disertai warna kuning menyala pada kepala udang dan warna insang pada udang berwarna pucat atau kecoklatan. Tanda-tanda ini bisa saja tidak muncul pada udang yang telah terinfeksi. Jika penyakit ini menginfeksi udang, mortalitas atau tingkat kematiannya meningkat menjadi 100% dalam jangka waktu 3 hingga 5 hari setelah terjangkit. Adapun penyakit ini tercatat dapat muncul pada hari ke 50-70 setelah tebar saat udang berukuran 5-15 gram.

Dampak YHP, Sumber : app.jala.tech

3. Penyebab Adanya Virus

Perubahan pH atau DO secara mendadak.

4. Pengendalian

Pengendalian dilakukan dengan penggunaan benur SPF, pemberian pakan yang tepat, menjaga kualitas media budidaya. Ketika outbreak terjadi harus dilakukan pemanenan cepat. Air dan udang yang terinfeksi harus disingkirkan dengan baik sehingga tidak menyebar. Sangat disarankan menggunakan klorin 30ppm untuk memusnakan udang dan karier. Pemanasan 60oC selama 15 menit, dan paparan klorin 30ppm dapat menginaktivasi virus YHV. Sebelum pengisian kembali sebaiknya dilakukan pengeringan. Perubahan pH secara cepat dan DO<2ppm untuk waktu yang lama harus dihindari untuk mencegah outbreak sub letal. Alkalinitas juga tidak boleh lebih dari 0,5pH. Pakan segar juga harus dihentikan kecuali pakan tersebut disterilisasi atau dipasteurisasi.

Referensi Kualitas Air

Mustofa Arif, 2020. Pengelolaan Kualitas Air Untuk Akuakultur. Jepara. UNISNU Press

EHP

1. Definisi

EHP merupakan parasit endemik Australasia (salah satu wilayah di Oceania) yang dapat menginfeksi udang vannamei budidaya di Asia. Spora berukuran 1.1 ± 0.2 hingga 0.6-0.7 ± 0.1 µm dan dapat bertahan dalam waktu lama dalam air. Berasosiasi dengan penyakit WFS dan biasanya ikut teramati pada udang yang positif terinfeksi WFS. 

2. Gejala Klinis

Gejala klinis melambatnya pertumbuhan udang yang diindikasikan oleh perbedaan mencolok pada ukuran udang dalam satu kolam yang sama. Pada beberapa kasus tertentu, punggung udang mengalami perubahan warna putih khususnya di bagian pencernaannya seperti pada berak putih. Saat parasit ini menyerang udang, bahaya yang ditimbulkan adalah perbedaan laju pertumbuhan pada udang, membuat laju pertumbuhan pada udang jadi melambat dan jika dibiarkan akan lanjut pada fase kematian

Dampak EHP, Sumber : app.jala.tech


3. Penyebab Adanya Virus

Berasosiasi dengan WFS dan lemahnya sistem biosekuriti di tambak.

4. Pengendalian

Meningkatkan manajemen biosekuriti di kolam tambak dan dengan menjaga air tetap bersih bila perlu menyiapkan ketersediaan air bersih yang cukup. Selain itu yaitu mengurangi jumlah padat tebar udang.

IHHNV

1. Definisi

Virus ini memiliki ukuran rata-rata diameter tubuh sekitar 22 nanometer. IHHNV merupakan virus dengan rantai tunggal DNA. Organ target dari virus ini adalah hipodermis, hemosit, organ hematopoetik dan jaringan penghubung. Virus ini termasuk dalam jenis parvovirus kategori C-1, yaitu kategori yang dapat menyebabkan kematian massal dan dapat menyebar dalam suatu wilayah serta sulit untuk disembuhkan. dampak yang terjadi pada udang adalah menurunnya nafsu makan pada udang, terjadinya kanibalisme, dan meningkatkan kematian udang. pada juvenil menyebabkan ‘runt-deformity syndrome’ (RDS) dengan tidak stabilnya pertumbuhan dan berat udang serta terhambatnya pembentukan karapas. 

2. Gejala Klinis

Udang yang terinfeksi akan berenang ke permukaan air, diam tidak bergerak kemudian berputar dan tenggelam ke dasar. Perilaku ini mungkin dapat berulang hingga terjadi kematian, nampak kecacatan pada bagian perut udang dan moncong.

Dampak IHHNV, Sumber : app.jala.tech


3. Penyebab Adanya Virus

Pemilihan benih udang yang kurang tersertifikasi dan kurangnya menjaga kualitas air dapat memicu penyakit ini muncul pada udang anda.

4. Pengendalian

Penerapan biosekuriti dengan tambak sirkulasi tertutup, Screening induk dan benur, Eradikasi patogen, Pembatasan zona infeksi dan disinfeksi menggunakan 30ppm kaporit selama 4 hari, Pengelolaan lingkungan budidaya yang benar, Pengelolaan pakan dan pemonitoran kesehatan udang berkala, Sanitasi peralatan tambak

IMNV

1. Definisi

(Infectious Myonecrosis Virus) IMNV merupakan salah satu virus menyerang udang vaname pada bagian otot dan hepatopankreas yang mengancam budidaya udang di Indonesia bahkan dunia. Gejala klinis dari penyakit ini adalah berkurangnya ukuran hepatopankreas, hilangnya transparansi dan warna disekitar ekor, nekrosis abdomen dan cephalothorax, titik - titik putih di otot serta nekrosis telson, indang dan limfoid juga dapat terdampak, udang berwarna kemerah - merahan seperti direbus, udang kehilangan nafsu makan dan berenang dipermukaan dan diikuti kematian yang tinggi

2. Gejala Klinis

Gejala klinis menciri dari penyakit ini adalah berkurangnya ukuran hepatopankreas, hilangnya transparansi dan warna di sekitar ekor, nekrosis abdomen dan cephalothorax, titik-titik putih di otot serta nekrosis telson . Insang dan organ limfoid juga dapat terdampak . Gambaran ini dapat melanjut menjadi berwarna kemerah seperti udang direbus. Udang yang terinfeksi kehilangan nafsu makan dan berenang di permukaan dan diikuti dengan kematian yang tinggi.

Dampak IMNV, Sumber : catatandokterikan.com

3. Penyebab Adanya Virus

Suhu dan salinitas diduga kuat berpengaruh sebagai faktor pendukung terjadinya penyakit IMNV

4. Pengendalian

Karantina tambak yang terinfeksi, lakukan sterilisasi, Minimalisir penggantian air , Meningkatkan aerasi, Berikan molase sebesar 25% dari pakan setiap hari atau probiotik serta imunostimulan yang mengandung chitosan, vitamin C, asam lemak omega, glucan, mannan, oligosakarida, fosfolipid, dan astaxanthin serta mineral. Neto dan Nunes (2015) telah melaporkan penambahan 1000 mg/kg of β-1,3/1,6-glucan yang merupakan ekstrak polisakarida  diding sel baker's yeast Saccharomyces cerevisiae dalam pakan untuk L. vannamei meningkatkan SR bila diuji tantang secara oral dengan IMNV. Untuk chitodan juga dapat diberikan dengan dosis 3 ml/kg pakan Mengambil udang yang mati, Amati siklus bulan terang dan gelap untuk meningkatkan kondisi tambak dengan mengoksidasi bahan organic berlebih menggunakan sodium perkarbonat dan mineral, BIla kematian bertambah buruk, lakukan pemanenan

TSV

1. Definisi

TSV merupakan virus penyebab penyakit pada udang khususnya Penaeus vannamei dan P. stylirostris. Partikel TSV berukuran 32 nm, tak beramplop, ikosahedral, utas tunggal (RNA) dengan 10.205 nukleotida. Infeksi TSV dapat bersifat akut, sub-akut ataupun kronik. Hanya udang dengan infeksi TSV akut yang menunjukkan perubahan tingkah laku dan histopatologi yang signifikan. 

2. Gejala Klinis

Gejala yang terlihat beragam, seperti hipoksia, bergerak ke tepi atau permukaan kolam. Pada beberapa kasus dimana infeksi telah serius, ditandai dengan burung laut yang sering berada di sekitar kolam karena ingin memangsa udang yang sekarat. Udang tampak memerah terutama pada ekor dan pleopod, kulit/cangkang melunak, saluran pencernaan kosong. Histopatologi menunjukkan nekrosis pada epitel kutikular di permukaan tubuh, telson, insang, dan saluran pencernaan termasuk oesophagus dan lambung. Pada beberapa kasus, bahkan epitel kelenjar antenna juga rusak. Lesi terdiri dari hipertrophi, piknotik, nukleus karyohetik, intrasitoplasmik dan badan inklusi interseluler

Dampak TSV, Sumber : app.jala.tech

3. Penyebab Adanya Virus

Pengelolaan kualitas lingkungan yang kurang baik dapat memicu virus ini, kurangnya manajemen pengelolaan air juga dapat memicu virus ini.

4. Pengendalian

Mengelola kualitas air secara teratur dan kontinyu dengan pemasangan tandon, penyaringan air sebelum masuk ke petakan. Memonitor dan mengelola dasar tambak secara intesif Menjaga ketepatan waktu pemberian pakan dan kualitas pakan. Membatasi kepadatan penebaran benur Mendeteksi secara teratur gejala serangan TSV. Memastikan benih bebas virus. Disinfeksi air dan telur. Sanitasi peralatan. Pemberian imunostimulan selama pemeliharaan Tehnik polikultur untuk membatasi patogenesitas virus

WSSV

1. Definisi

WSSV adalah virus DNA berbentuk batang, untai ganda dan ukuran panjang partikel virus yang terbungkus amplop adalah 240-380 nm dan diameter 70-159 nm. Virus ini memiliki lapisan lipid ganda (bilayer) pada membran amplop. Genom virion terdiri atas molekul tunggal, sirkular, DNA untai ganda dengan panjang 300 kb, merupakan famili Nimaviridae dan genus Whispovirus. Stres karena faktor eksternal (suhu, salinitas, penyakit bakteri, polutan) dilaporkan ikut memicu kehadiran penyakit WSSV. 

2. Gejala Klinis

Tanda-tanda klinis dari WSSV diantaranya malas makan, lesu, kutikula longgar dan perubahan warna menjadi kemerahan dan adanya bintik-bintik putih berdiameter 0,5-2,0 mm pada permukaan, bagian dalam karapas, dan kutikula.

3. Penyebab Adanya Virus

Perubahan suhu air, kesadahan, salinitas, dan penurunan kadar oksigen (<2 ppm) secara cepat diduga kuat dapat memicu outbreak infeksi subklinis WSD. Munculnya penyakit ini dapat dipicu oleh blooming plankton yang kemudian mati mendadak, fluktuasi pH harian besar, suhu yang rendah, hujan mendadak, pengelolaan pakan yang kurang baik.

4. Pengendalian

Peningkatan biosekuriti Penyediaan benih yang bebas WSSV Mengeliminasi hewan karier dengan menggunakan plastic ataupun pembuatan bird scaring device Disinfeksi telur dengan 5mg/L povidone iodine, Pemberian immunostimulan seperti peptidoglikan, LPS, glucan, probiotik, ekstrak rumput laut (fucoidan), Vaksinasi, Mempertahankan nilai pH untuk mengurangi tingkat stress udang, Tidak menggunakan pakan beku atau pakan segar yang dibekukan asal hewan pada pembesaran dan hatchery sebelum disterilisasi dan pasteurisasi, Disinfeksi seluruh peralatan budidaya, Pemeliharaan kualitas air yang baik

Plankton

1. Definisi

Mengetahui macam - macam jenis plankton pada air sampel. Plankton merupakan sekelompok biota akuatik baik berupa tumbuhan maupun hewan yang hidup melayang maupun terapung secara pasif di permukaan perairan, dan pergerakan serta penyebarannya dipengaruhi oleh gerakan arus walaupun sangat lemah. Secara umum, plankton dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan atau plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani).

2. Pengendalian

Cara untuk menurunkan plankton di tambak yaitu dengan cara penambahan kapur pertanian CaCO3 atau kapur dolomit di pagi hari, penambahan bakteri nitrifikasi sesuai kebutuhan, pengisian air di pagi hari, penambahan fermentasi dan teknologi biokoloid.

TSS dan TDS

1. Definisi

Padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganic yang dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 μm. TSS merupakan salah satu parameter pencemaran perairan yang harus selalu dimonitor karena 35% pakan yang diberikan ke dalam usaha budidaya tambak akan masuk ke perairan dalam bentuk padatan tersuspensi. Keberadaan total padatan tersuspensi mempengaruhi kedalaman penetrasi sinar matahari sehingga produktivitas primer karena phytoplankton tidak dapat melakukan fotosintesis secara efektif. Tingginya padatan tersuspensi dalam air mengakibatkan kandungan oksigen dalam air akan berkurang. TSS dalam air yang baik < 80 mg/l.

Jumlah Zat Padat Terlarut. TDS merupakan indikator dari jumlah partikel atau zat tersebut, baik berupa senyawa organik maupun non-organik. Bahan - bahan terlarut berdiameter <106 mm dan koloid diameter 106 - 103 mm yang berupa senyawa - senyawa kimia dan bahan - bahan lain yang tidak tersaring dalam kertas saring. TDS yang baik dalam perairan <400 mg/l. TDS dipengaruhi oleh material organik yang berupa ion - ion yang umum ditemukan diperairan. Nilai TDS juga dipengaruhi oleh pelapukan bebatuan, limpasan dari tanah serta pengaruh dari kegiatan antropogenik (limbah - limbah organik dan industri)

2. Pengendalian

Cara untuk menurunkan TSS salah satunya dengan cara penambahan probiotik

Cara untuk menurunkan TDS salah satunya dengan cara penggunaan mesin RO untuk mencampur air ikan dalam tank atau tandon secara bertahap sambil menggunakan TDS meter sampai diangka TDS yang kita inginkan.

Menggunakan kaporit untuk menurunkan TDS air di tandon atau penampungan air terlebih dahulu dengan hitungan kaporit 1-2gram/100ltr air, setelah itu kita dapat lakukan cara untuk menetralkan kaporit di tandon maka kita dapat menggunakan tiosulfat (sodium thiosulphate) 20gr/100liter. Setelah kadar kaporit dalam tandon netral, kita beri aerasi terlebih dahulu selama 1-2 jam. maka air dalam tandon sudah dapat kita gunakan untuk budidaya discus.

Cara tradisional menggunakan tanaman air di tandon atau tempat penampungan air untuk menurunkan kadar TDS yang tinggi cara tradisional bagus akan tetapi memakan waktu beberapa hari baru dan itupub kita harus menunggu sampai kadar TDS yang kita inginkan terbentuk.

TOM

1. Definisi

Bahan organik total atau Total Organic Matter (TOM) menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid.

2. Pengendalian

Pengaturan suhu yang sesuai baku mutu

Logam

1. Definisi

Fe merupakan Salah satu unsur yang merupakan hasil pelapukan batuan induk yang banyak di temukan diperairan umum, senyawa besi di dalam air umumnya dalam bentuk garam ferri atau garam ferro yang bervalensi 2.

Cu merupakan Unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu dan nomor atom 29. Lambangnya berasal dari bahasa Latin Cuprum. Tembaga merupakan konduktor panas dan listrik yang baik. Selain itu unsur ini memiliki korosi yang cepat sekali.

Ni memiliki nomor atom pada tabel periodik 28, golongan 4, periode ke 10, memiliki titik lebur 1455 °C, titik didih 2913 °C, fase padat atau solid. Nikel memiliki nilai elektronegatifitas sebesar 1,9 sehingga kekuatan hantaran bertemu dengan ion sangat tinggi.

Zn merupakan unsur umum di alam yang termasuk ke dalam golongan unsur hara mikro, yaitu unsur hara yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit. Seng merupakan logam putih kebiruan berkilau yang cukup reaktif apabila bereaksi dengan oksigen dan merupakan jenis logam yang tidak mudah teruraikan di udara. Seng juga mampu menghantarkan listrik.

Mn merupakan unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Mn dan nomor atom 25. Mangan termasuk golongan transisi yang merupakan logam berwarna putih abu-abu yang penampilannya serupa dengan besi tuang. Mangan adalah nutrisi penting yang umumnya bersumber dari biji-bijian. Sedangkan dalam jumlah yang lebih kecil, mineral ini terkandung dalam kacang-kacangan, beras merah, sayuran hijau, roti gandum, dan teh.

Cr merupakan unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cr dan nomor atom 24. Ia adalah unsur pertama dalam golongan 6. Ia adalah logam berwarna abu-abu seperti baja, berkilau, keras dan rapuh yang memerlukan pemolesan tinggi, tahan pengusaman, dan memiliki titik lebur tinggi. Kromium digunakan untuk memberikan ketahanan terhadap korosi dan dan untuk mengkilapkan; sebagai bahan pewarna dan dan campuran cat, sebagai bahan warna kaca yang hijau zamrud dan juga digunakan untuk memproduksi batu rubi sintetis; sebagai katalis dalam pencelupan dan penyamakan kulit dll

CN merupakan senyawa kimia yang mengandung kelompok siano CN, dengan atom karbon terikat tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa. ,senyawa kimia yang sering dimanfaatkan untuk membasmi hama dan serangga. Senyawa kimia ini juga digunakan dalam berbagai industri, seperti kertas, tekstil, plastik, atau pertambangan. Selain itu, sianida juga bisa ada dalam asap rokok atau asap hasil pembakaran plastik.

PO4 merupakan salah satu bentuk dari senyawa fosfor yang dapat dijadikan sebagai faktor penentu kualitas air. Fosfat terdapat di air alam atau limbah sebagai senyawa polifosfat, fosfat organik dan ortofosfat. Fosfat adalah hasil dari percampuran fosfor dengan oksigen. Ini dapat digunakan sebagai “bahan bakar” tubuh agar fungsinya bisa berjalan dengan baik. Fosfat adalah mineral yang penting untuk pembentukan tulang dan gigi. Sekitar 85% dari fosfat yang ada di tubuh pun tersimpan di tulang.

2. Pengendalian 

Kadar besi (Fe) yang terdapat di dalam air dapat dikurangi dengan melakukan oksidasi. Metode ini disebut dengan aerasi karena konsepnya adalah memasukkan udara ke dalam air. Udara yang masuk ke dalam air akan mengubah Fe menjadi Fe(OH)3 yang tidak larut dalam air. Setelah itu, barulah diendapkan ke dasar air.

Mengganti air kolam dengan air baru yang lebih bersih merupakan cara efektif untuk mengurangi dan menekan kadar Cu, Ni, Zn, Mn, Cr, CN dan PO4 dalam air kolam. Bahkan, tidak hanya zat tersebut saja yang berkurang, zat beracun lainnya juga akan turut berkurang.


COD dan BOD

1. Definisi

COD menunjukkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan dalam suatu perairan untuk mengoksidasi senyawa kimia yang masuk ke dalam suatu perairan, misalnya minyak, logam berat maupun senyawa kimia lainnya. Besarnya nilai kadar COD mengindikasikan banyak sedikitnya senyawa kimia yang masuk ke dalam suatu perairan yang dinyatakan dalam mg/lt.

BOD merupakan Jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan(mengoksidasi) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat organik yang tersuspensi dalam air. Makin tinggi nilai BOD menjadi indikator bahwa di dalam perairan tersebut memiliki kandungan bahan organik yang banyak. begitupun sebaliknya. Parameter perairan yang mempengaruhi nilai BOD diantaranya Waktu, suhu dan pH. Tingkat pencemaran suatu perairan dapat dilihat dari nilai BOD yaitu < atau sama dengan 2.9 mg/l = tidak tersemar, 3.0 - 5.0 mg/l = tercemar ringan, 5.1 - 14.9 mg/l = tercemar sedang, > atau sama dengan 15.0 = tercemar berat. BOD memberikan gambaran seberapa banyak oksigen yang telah digunakan oleh aktivitas mikroba selama kurun waktu yang ditentukan.

2. Pengendalian

Untuk menurunkan nilai COD dan BOD salah satunya dengan cara menaikkan nilai DO, membersihkan lumut pada kolam secara mekanik ataupun menggunakan bahan kimia dan menggunakan oksidator

Chlor Bebas

1. Definisi

Salah satu unsur yang ada di bumi dan jarang dijumpai dalam bentuk bebas. Pada umumnya klorin dijumpai dalam bentuk terikat dengan unsur atau senyawa lain membentuk garam natrium klorida (NaCl) atau dalam bentuk ion klorida di air laut, berfungsi untuk menghambat perkembangan mikroorganisme penyebab penyakit di air.

2. Pengendalian

Mengganti air kolam dengan air baru yang lebih bersih merupakan cara efektif untuk mengurangi dan menekan kadar klorin. Bahkan, tidak hanya senyawa klorin saja yang berkurang, zat beracun lainnya juga akan turut berkurang.

Sulfat

1. Definisi

Salah satu anion yang banyak terdapat pada air alam. sulfat berasal dari atmosfer bersama – sama dengan air hujan, pencucian batuan gips dan atau pyrite, pelapukan dari batuan beku.

2. Pengendalian

Nilai sulfat dapat ditekan/mengalami penurunan salah satunya dengan cara penggunaan komposit kitosan, zeolit dan PVA

Ammonia, Nitrat dan Nitrit

Ammonia, Nitrat dan Nitrit

1. Definisi

Amonia di perairan bersumber dari reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara di atmosfer, limbah domestik dan limbah industri. Sumber lain adalah kotoran dari biota akuatik yang merupakan limbah metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Sisa pakan yang tidak dimanfaatkan akan mengendap di dasar perairan, oleh bakteri nitromonas akan diubah menjadi amonia. Peningkatan keasaman suatu perairan dipengaruhi oleh menigkatnya konsentrasi amonia. Kadar amonia yang tidak terionisasi pada perairan tawar dan laut sebaiknya tidak melebihi 0.02 mg/liter.

Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen dalam perairan secara alami dan merupakan nutrisi utama bagi pertumbuhan tanaman air. kadar nitrat 0 - 1 mg/l = perairan oligotrofik, 1 - 5 mg/l = perairan mesotrofik, 5 - 50 mg/l = perairan eutrofik.

Nitrit merupakan hasil oksidasi dari amonia dengan bantuan bakrteri nitrosomonas. Faktor yang mempengaruhi jumlah kandungan nitrit dalam air adalah pH, suhu dan salinitas.

2. Pengendalian

Mengganti air kolam dengan air baru yang lebih bersih merupakan cara efektif untuk mengurangi dan menekan kadar amonia, nitrat dan nitrit dalam air kolam. Bahkan, tidak hanya ketiga zat tersebut saja yang berkurang, zat beracun lainnya juga akan turut berkurang.

Hidrogen Sulfida

1. Definisi

Hidrogen Sulfida (H2S) merupakan gas yang sangat toksik dan dapat larut dalam air. Kolam atau tambak dengan lumpur yang mengandung H2S ditandai dengan bau yag khas. Kadar H2S dipengaruhi oleh suhu, pH dan DO. Kadar H2S 0.01 mg/l dapat menghambat proses reproduksi dan gangguan pada sistem pencernaan bagi ikan.

Penyumbang terbentuknya hidrogen sulfida (H2S) terbesar, yaitu kawasan pemukiman, pelabuhan dan industri.


2. Pengendalian

Tingginya kandungan hidrogen sulfida (H2S) pada suatu perairan dapat ditolerir dengan kandungan oksigen terlarut (DO) suatu perairan karena hidrogen sulfida (H2S) akan terionisasi sehingga sifat toksiknya berkurang.

Alkalinitas

1. Definisi

Alkalinitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan kemampuan sebuah perairan untuk dapat mengikat asam ( ion - ion yang mempu mengikat H+). Secara umum, alkalinitas dapat dikatakan sebagai kemampuan suatu perairan untuk menunjukkan konsentrasi basa (nilai pH tinggi) atau bahan yang mampu menetralisir keasaman dalam air. Alkalinitas air dapat diketahui dengan melihat nilai kandungan kalsium karbonat CaCO3 dengan ketentuan CaCO3 > 100 ppm = air alkalin, CaCO3 < 100 ppm = air lunak, umumnya hewan air menyukai nilai salinitas > 100 ppm. 

2. Pengendalian

Bila total alkalinitas dan total kesadahan terlalu rendah dapat ditingkatkan melalui penambahan kapur. Asam humat dan asam tanat dalam kayu apung, bogwood, dan gambut adalah teman terbaik pemelihara ikan dalam hal mengurangi alkalinitas.

Salinitas

1. Definisi

Kadar atau tingkat garam terlarut dalam air, kadar salinitas yang normal sesuai baku mutu akan berdampak baik untuk tambak salah satunya mencegah stress pada ikan dan udang. Klasifikasi salinitas sebagai berikut air tawar = 0 - 3 ppt, air payau = 4 - 20 ppt dan air laut = >20 ppt

Pengaruh salinitas terhadap tubuh ikan adalah pada proses osmoregulasi, yaitu pengaturan tekanan osmosis dalam tubuh agar seimbang dengan tekanan osmosis di luar tubuhnya.

2. Pengendalian

Penguapan, penguapan makin besar maka salinitas makin tinggi, kebalikannya makin kecil penguapan maka salinitasnya makin rendah. Curah hujan, makin banyak curah hujan maka salinitas makin rendah, kebalikannya makin kecil curah hujan maka salinitasnya makin tinggi.



Suhu dan pH

Suhu

1. Definisi

Suhu merupakan ukuran tinggi rendahnya panas air yang berada ditempat budidaya, baik kolam, karamba, maupun karamba jaring apung maupuan budidaya air payau ditambak serta budidaya laut. Air mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan panas sehingga suhunya relatif konstan dibanding suhu udara.

Faktor yang mempengaruhi suhu diantranya lintang bumi, ketinggian dari permukaan laut, musim panjang dalam hari, sirkulasi udara, aliran dan kedalamankolam air.

Peningkatan suhu perairan mengakibatkan peningkatan viskositas, evaporasi, volatilisasi dan reaksi kimia yang terjadi dalam air. Menurunkan konsentrasi oksigen, karbondioksida dan sebagainya. Penurunan suhu juga mengakibatkan penigkatan laju metabolisme  dan respirasi dalam tubuh oranisme air, yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan laju konsumsi O2. Perubahan suhu juga dapat mengakibatkan ikan menjadi stres.

2. Pengendalian

Cara paling mudah dalam mengatasi suhu yang turun pada tambak ialah dengan mengurangi air tambak hingga permukaan air mengalami pengurangan tinggi berkisar 5 sampai 8 cm. Saat melakukan proses tersebut, petambak Sebaiknya memantau suhu dengan menggunakan termometer.

pH

1. Definisi

Nilai pH merupakan pengukuran terhadap kandungan ion hidrogen (H+) dalam perairan. Nilai pH mennunjukkan intensitas asam maupun basa perairan. Semakin banyak ion hidrogen, perairan bersifat asam dan sebaliknya akan bersifat basa. klasifikasi pH adalah pH 7 = Netral, pH 0 -7 = Acid/asam, pH 7 - 14 = Alkalis/basa.

2. Pengendalian

Cara menurunkan pH diantaranya menggunakan tawas, perasan buah lemon, daun ketapang, asam klorida, natrium bisulfat dan batang pepaya, sedangkan untuk menaikkan pH dengan cara pengguanaan kaporit, contoh bahan yang berfungsi untuk menaikkan ph air adalah batu gamping. Batu gamping merupakan media untuk pengendapan dan juga berfungsi menaikkan PH air. Berikutnya, bahan yang berfungsi untuk menaikkan pH air adalah batok kelapa.

Untuk mengatasi pH di bawah 6,5 atau bersifat asam, saat sekarang ini jadi semakin mudah. Caranya cukup dengan menebarkan kapur kaptan plus dolomit pada malam hari.

Menaikkan pH dapat juga dengan cara alami yaitu dengan memberikan saringan yang terdiri dari pecahan koral dan pecahan kulit kerang dicampur dengan potongan batu kapur pada saluran aerasi kolam.

Selain itu, anda juga dapat menggunakan batu kapur pada dasar kolam. Gunakan batu kapur yang masih berbentuk bongkahan, hal ini karena bongkahan batu kapur tidak mudah menyusut dan dapat terpakai dalam jangka waktu yang lama.

Selain batu kapur, anda juga dapat menggunakan batu karang pantai. penggunaannya juga serupa dengan penggunaan batu kapur, anda hanya cukup merendamnya di dasar kolam. Semakin banyak batu yang terpakai, maka proses kenaikan pH akan semakin cepat.

Cara menurunkan ph air tambak yaitu jika air kolam atau tambak dalam kondisi basa atau nilai pH tinggi, maka anda dapat menggunakan molase atau tetes tebu. Cara ini sterbukti ampuh sudah digunakan banyak petambak didaerah lampung. Dosis untuk pemakaian molase untuk penurunan pH adalah 10 liter/hektar atau 1 ppm. Penambahan molase berguna sebagai sumber Co2.

Namun iika perlu buang Buang terlebih dahulu sebagian air tambak.  Kemudian tambahkan molase dan probiotik yang mengandung nitrobacter dan bakteri pengurai H2S. Sebaiknya menurunkan pH air secara bertahap.

Menurunkan pH dapat juga dengan menggunakan daun ketapang. Caranya adalah dengan merendam daun ketapang pada dasar air selama beberapa hari. Sebaiknya sebelum merendam daun ketapang, terlebih dahulu rebus daun ketapang untuk menghilangkan zat tanin yang terkandung, karena zat tanin dapat menimbulkan warna kuning pada air tambak.


DO

1. Definisi

Oksigen Terlarut (DO) merupakan salah satu gas yang terlarut dalam air yang sangat diperlukan oleh organisme akuatik agar dapat melangsungkan kehidupannya.

Faktor yang berpengaruh terhadap kebutuhan oksigen organisme perairan adalah suhu, pH, CO2 dan kecepatanmetabolisme tubuh. Sedangkan suhu air dan berat tubuh organisme perairan merupakan faktor paling penting. Semakin menigkat suhu air maka semakin besar kebutuhan oksigen. Berat tubuh ikan berkaitan dengan aktivitas ikan yang berpengaruh pada respirasi. Semakin berat tubuh ikan semakin rendah kebutuhan oksigen.

Kekurangan oksigen dapat menyebabkan ikan akan naik ke permukaan air untuk mengambil air di permukaan air yang kaya akan oksigen terlarut hasil dari difusi oksigen dari atmosfir, namun ada juga yang menuju ke aliran pemasukan air. Dalam waktu lama ikan kekurangan oksigen akan menyebabkan stress dan mudah terserang penyakit.

2. Pengendalian

Cara untuk menaikkan nilai DO yaitu membuat aerasi melalui mesin aerator di kolam dan amber filter, membuat system venturi di saluran akhir sirkulasi, membuat air terjun atau system bakki shower.

Menambahkan oksigen melalui aerasi menggunakan kincir air untuk menambah proses difusi oksigen dari udara.

Nocardiosis

 1. Definisi/Faktor Pendukung

Bakteri Nocardia spp. Bakteri gram positif, berfilamen [1]. Nocardia seriolae paling sering berkaitan dengan penyakit ikan budidaya [2]. Disamping itu terdapat dua spesies lagi yakni Nocardia salmonicida dan N. asteroids  [4]. Nocardia adalah patogen oportunistik yang infeksinya dapat dipicu oleh fasilitas budidaya. Padat tebar yang tinggi berpotensi mempengaruhi kekebalan tubuh dan meningkatkan resiko infeksi bakteri ini [1]

2. Gejala Klinis

Stadium awal nocardiosis tidak menunjukkan gejala [1]. Infeksi oleh N. asteroids menyebabkan ikan berenang tak terarah. Hal ini berkaitan dengan lesi pada otak dan otot. Disamping itu ikan juga mengalami anoreksia, emasiasi, dan pelebaran mulut serta abdomen, dan terdapat granuloma pada berbagai organ. Lesi akut ditandai dengan nekrosis otot [5]. Pada ikan jade perch, gejala klinis ditandai dengan perubahan tubuh menghitam, ulcer kulit, dan nodul pada ginjal, hati, jantung, dan organ lain [1]. Nodul juga dapat ditemukan pada insang dan limpa [3]. Nodul pada kulit bersifat multifocal dan biasanya mengalami rupture serta eritema dan pus kuning bila dipotong. Nodul ini berdiameter 1-5mm [2]. Pada ikan snakehead, infeksi N. seriolae menyebabkan anoreksia, emasiasi, dan gangguan renang tanpa lesi eksternal [5]. 


3. Pencegahan dan Pengendalian

Penanganan sangat menghabiskan biaya dan tenaga dengan hasil yang rendah dan dapat muncul kembali [1]. Pada ujicoba sensitivitas terhadap antibiotik, strain yang berasal dari spotted butterfish pada studi yang dilakukan oleh Wang et al (2014) menunjukkan bahwa bakteri sensitive terhadap erithromycine, doxycycline, spiramycine, neomycine, dan streptomycine namun resisten terhadap tetracycline [4]. Pada publikasi oleh Maekawa et al (2017) menyebutkan bahwa benzalkonium klorida dan beberapa antibiotik (trimethoprim, sulphamethizole, dan sulphamethaxazole) efektif melawan infeksi N. arteriodes [5]. Hal ini juga serupa dengan yang disebutkan pada studi Chang et al (2016) dimana oxytetracycline, trimethoprim atau erythromycin, florfenicol, thiamphenicol baik unyuk menangani infeksi N. seriolae. Oxytetracycline dan trimethoprim dianjurkan sebagai pilihan pertama pada nocardiosis ikan  [6]

Pengembangan vaksin terhadap N. seriolae. Didapatkan bahwa vaksin dengan formalin-killed cells (FKC) atau heat-killed bacterial cells tidak memberikan perlindungan setelah uji tantang pada yellowtail. Vaksin lain, yakni  Mycobacterium bovis Bacillus Calmette–Guerin (BCG), vaksin tuberculosis pada manusia malah efektif untuk melawan berbagai infeksi termasuk nocardiosis. Percoabaan terhadap Japanese flounder menunjukkan proteksi terhadap N. seriolae. Vaksin lain yang dikembangkan antara lain DNA vaccines using Ag85-like gene of Nocardia seriolae, recombinant interferon c, dan recombinant interleukin 12 dan  Formalin-killed bacteria [5]

Pengobatan nocardiosis secara herbal pernah dipelajari oleh Ismail dan Yoshida (2017) secara in vitro. Hasil studi menunjukkan bahwa minya esensial thyme dan kayu manis (baik secara tunggal maupun campuran) memiliki potensi untuk mengatasi nocardiosis ikan [10]

Referensi

[1] Wang, F., Xuguang W, Chun L., Ouqin C., Yongyong F., Lang J., Kaibin L. 2017. Nocardia seriolae infection in cultured jade perch, Scortum barcoo. Aquacult Int (2017) 25:2201–2212 DOI 10.1007/s10499-017-0184-4

[2] Wang, P-C.,  S-D Chen., M-A Tsai., Y-J Weng., S-Y Chu., R-S Chern., S-C Chen.2009. Nocardia seriolae infection in the three striped tigerfish, Terapon jarbua (Forsska° l). Journal of Fish Diseases 2009, 32, 301–310 doi:10.1111/j.1365-2761.2008.00991.x

[3] Vu-Khac, H.,Van Q.B.D., Shih-Chu C., Trung H.P., Thi T.G.N., Thi T.H.T. 2016. Isolation and genetic characterization of Nocardia seriolae from snubnose pompano Trachinotus blochii in Vietnam. Disease of Aquatic Organisms. Vol. 120: 173–177, doi: 10.3354/dao03023

[4] Wang, P-C., Ming-Ai T., Yu-Chi, L., Yanting C., Shih-Chu C. 2014. Nocardia seriolae, a Causative Agent of Systematic Granuloma in Spotted Butterfish, Scatiphagus argus, Linn.  African Journal of Microbiology Research Vol 8(38) pp 3441-3452

[5] Maekawa, S., T Yoshida, P-C Wang, S-C Chen. 2017. Current knowledge of nocardiosis in teleost fish.  Journal of fish disease DOI: 10.1111/jfd.12782

[6] Chang, H-Y., Jyh-Mirn L., Jiann-Hsiung W. 2016. The Minimum Inhibitory Concentration Of Antibiotics Against Nocardia Seriolae Isolation From Diseased Fish In Taiwan. Taiwan Veterinary Journal, Vol. 42, No. 2 (2016) 1–4

[7] Ismail, TF dan Yoshida, T. 2017. In vitro activity of some essential oils alone and in combination against the fish pathogenNocardia seriolae. DOI 10.1515/pjvs-2017-006

Lernaeasis

 1. Definisi/Faktor Pendukung

Arthropoda kelas Copepoda  Lernaea.sp. Memiliki bentuk cambuk, panjang 5-10cm, mudah terlihat secara kasat mata [2]. Ada sekitar 110 spesies Lernea  yang telah ditemukan [11], diantaranya L. cyprinacea [4], L. devastatrix, L. oryzophila, L. papuensis, L. lophiara. Identifikasi jenis Lernaea didasarkan pada bentuk holdfast yang sangat tergantung dari lokasi organ hospes dimana parasit melekat [5]. Parasit ini memiliki panjang 1-2cm [7].

 2. Gejala Klinis

Pada Laernea,  hanya yang betina yang menjadi parasit. Parasit dapat tampak menyolok di permukaan tubuh,lubang hidung, pangkal sirip, insang, dan rongga pipi [1]. Ikan biasanya terlihat menggosokkan diri, melompat dari permukaan air. Di tempat melekatnya Lernaea akan tampak bercak merah [2]. Terkadang parasit diselubungi oleh lumut sehingga tampak seperti membawa bendera hijau [6]. Infeksi pada ikan kecil tidaklah fatal kecuali menimbulkan iritasi. Pada ikan besar kerap mengganggu respirasi. Kebanyakan ikan mampu bertahan namun  dalam kondisi kronis menyebabkan perlambatan pertumbuhan dan memperburuk kondisi tubuh [8]

https://inspirasi-dttg.blogspot.com/

3. Pencegahan dan Pengendalian

Serangan Lernaea dicegah dengan menjaga kebersihan, menghidari keluar-masuknya ikan baru, memberikan cukup pakan, mengeluarkan ikan yang mati dengan segera [2]. Terhadap air harus dilakukan penyaringan sebelum dialirkan atau menggunakan bahan kimia untuk membasmi stadium Nauplius dan copepodid pada cacing ini [3]. Pemindahan ikan untuk sementara waktu, 7 hari akan sangat membantu sebab stadium larva tidak mampu bertahan tanpa hospes dalam kurun waktu tersebut [8]

Pada ikan dewasa,tindakan pengendalian dilakukan dengan melakukan pengeringan dan pengapuran [1]. Stadium cacing dewasa lebih sulit dibasmi karena memiliki kitin yang kebal bahan kimia [3]. Pencabutan Lernaea dengan pinset harus dilakukan hati-hati agar ikan tidak stress. Pasca dicabut,luka diolesdengan Iodium [2] atau ikan direndam dengan larutan tetrasiklin 250mg/ 500mL air selama 2-3 jam. Perendaman diulang 2-3 hari. Lernaea yang sudah dicabut langsung dikubur atau dibakar [3].

Referensi

[1] Lio-Po. G.D. dan Inui, Y. 2014. Health Management in Aquaculture Second Edition. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture Department.

[2] Afrianto, E., Evi Liviawaty, Zafran Jamaris, Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta Timur

[3] Supian, E. 2013. Penanggulangan Hama & Penyakit Pada Ikan. Pustaka Baru Press: Yogyakarta

[4] Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta

[5] Shatrie, D.N., Imamudin, K., Nurcahyo, W., Triyanto. 2011. Identifikasi Lernaea.sp yang Menginfeksi Ikan Arwana Irian {{Scleropagesjardinii (Saville-Kent, 1892)}} di Merauke, Jakarta, Bogor, dan Depok. Berita Biologi 10(6)

[6] Maskur, Mukti Sri Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati, Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan.

[7] Aquaculture Fisheries Division.2009. Good Aquaculture Series 4. Agriculture. Fisheries and Conservation Department

[8] Steckler, N. dan Yanong,R.P.E. 2013. Lernaea (Anchorworm) Infestations in Fish. IFAS University of Florida